Seven Sense LSC membantu mengenali potensi individu yang dimiliki secara lebih akurat.
 

Our Blog

Sekarang, PR nya ada pada guru, gimana caranya pembelajaran di sekolah ini bisa jadi menarik untuk anak-anak zaman now ini? Apakah para digital native harus belajar cara lama ataukah kita para digital immigrant yang belajar cara baru? Yang paling mungkin dijalani adalah cara kedua, kita yang belajar cara baru.

Karena tidak mungkin kita dapat “memaksa” para digital native ini mengikuti cara belajar lama karena struktur otak mereka telah berbeda dengan kita, dan saat ini hampir tidak mungkin bagi kita untuk menghambat atau mengontrol dengan ketat perkembangan teknologi yang ada. Lalu, gimana ya caranya? INOVASI!

Apa yang diinovasi? Model pembelajarannya, metode pembelajarannya, konten pembelajarannya, medianya, tekniknya, tugas-tugasnya, dsb, asalkan tujuannya tetap sama, yaitu membuat anak yang tidak bisa jadi bisa; tidak tahu jadi tahu. Dan inovasii ini diterapkan pada satu sistem pembelajaran di sekolah. Misalkan: sekarang eranya teknologi, ya berarti kita yang harus beradaptasi dengan digital native ini, dengan cara “melek teknologi”. Bukan anaknya yang dipaksa untuk mengikuti cara kita dan jangan juga menyalahkan teknologinya. Karena bukan teknologinya yang salah, bukan perilaku anaknya yang salah, melainkan kita yang salah. Kita sebagai mediator diantara teknologi dan anak, yang salah. Anak nggak fokus saat belajar, tapi fokus pada gadget/game, silahkan dicek apakah pembelajaran sudah sesuai dengan karakteristik generasi z dan a; anak sulit komunikasi, tetapi bisa komunikasi via chat, silahkan dicek apakah kita juga menstimulasi anak untuk berinteraksi secara positif pada kita?

Ketika kita sudah berinovasi, pastikan juga apakah inovasi kita dapat diterima/dipahami oleh tiap individu? Buat standarisasinya, jangan sampai kita ngajarin di sekolah teknologi, tapi ternyata di rumah nggak ada yang paham tahap terhadap teknologi yang dipakai di sekolah. Lihat juga bagaimana sistem sosialnya? Norma apa yang berlaku di lingkungan saat itu? Apakah inovasi yang kita buat sesuai dengan kepercayaan atau nilai-nilai yang dianut oleh indvidu atau kelompok tertentu? Lihat juga agen perubahnya (Change agent) atau gurunya, siap atau engak dengan perubahan ini? Jangan sampai, kita sudah bagus menciptakan sebuah inovasi, tapi inovasi yang kita buat ditolak oleh masyarakat walaupun secara ilmiah inovasi yang kita ciptakan terbukti lebih unggul dibandingkan dengan apa yang sedang berjalan saat itu.

Seperti yang telah disinggung sebelumnya, bahwa perkembangan teknologi yang ada pada saat ini tentu saja akan mempengaruhi pembelajaran, terutama jika pengajar masih menggunakan asumsi “kuno” yang sesuai dengan pengalaman mereka sebelumnya.

Bicara penggunaan teknologi, pasti ada untung ruginya. Kalau bicara peluang, tentu banyak sekali yaa peluangnya. Mulai dari peluang didapatkannya informasi dalam waktu yang relatif singkat dan cepat, peluang membangun jejaring yang luas tanpa harus melakukan tatap muka, efisiensi terhadap waktu, dsb. Perkembangan teknologi juga menyadarkan kita akan potensi perkembangan TIK sehingga secara tidak sadar kita sebagai individu akan mengevaluasi dan termotivasi untuk mempelajari teknologi sebagai dasar untuk belajar sepanjang hayat. Selain itu, perkembangan TIK juga dapat mendorong individu untuk menjalani aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri dan lebih percaya diri. Terakhir perkembangan TIK juga dapat mengembangkan kemampuan individu untuk belajar mandiri, berinisiatif, inovatif, kreatif dan bertanggung jawab dalam menggunakan TIK untuk pembelajaran, bekerja dan pemecahan masalah sehari-hari.

Subscribe channel Seven Sense LSC agar tidak ketinggalan berbagai info menarik dan bermanfaat seputar psikologi.