Bagaimana parents, rasanya 6 bulan mendampingi anak belajar dari rumah? Tentu saja akan menjadi pengalaman yang sangat berkesan sekali ya Saat ini, pemerintah sudah mulai memberlakukan new normal pada beberapa sektor, seperti sektor perkantoran, sektor ekonomi, dsb. Bukan tidak mungkin, di fase berikutnya, sektor pendidikan yang akan mulai masuk ke dalam fase new normal. Pertanyaannya, sudah siapkah kita jika Anak kembali ke sekolah?
Berbicara tentang new normal pada anak sekolah, tentu akan menjadi perhatian bagi orang tua. Orang tua juga saat ini belum mengetahui dengan pasti kapan anak dapat kembali ke sekolah. Hal ini tentu saja membuat orang tua juga tidak tahu dengan pasti kapan harus mulai bersiap atau menyiapkan anak untuk bisa kembali siap ke sekolah. Bukan tidak mungkin ketidakpastian ini akan membuat orangtua menjadi stress, dan berdampak pada hubungan dengan anak, dan anak akan merasa tidak nyaman dan aman saat berada di rumah.
Kita seharusnya sudah menyadari, dari pengalaman menghadapi kondisi yang tidak menentu seperti ini. Covid-19 sudah memberikan dampak yang luar biasa baik dari segi sosial dan ekonomi, mengancam stabilitas dan kesinambungan sistem pendidikan (baik regular dan juga pendidikan khusus), dan bermuara pada kerentanan perkembangan dan kesehatan mental anak. Oleh sebab itu, kesehatan mental dan juga kesejahteraan umum anak harus menjadi prioritas utama, saat kita mempersiapkan mereka untuk dapat kembali ke sekolah.
Kita sebagai orang tua sebaiknya mengetahui bagaimana cara mendukung dan juga melindungi emosi anak-anak saat ini. Orang tua juga sebaiknya memahami dengan sungguh hal hal yang membedakan antara sekolah di rumah maupun saat anak-anak sekolah di sekolah. Perbedaan yang jelas terlihat adalah dari sistem sekolahnya, jika dulu anak datang ke sekolah diwajibkan datang tepat waktu serta belajar dengan jadwal yang sudah tentu, saat pandemi ini masih banyak orang tua yang melonggarkan waktu belajar anaknya di rumah sehingga anak tidak mempunyai jadwal belajar yang teratur. Selain itu, karena orang tua memiliki kegiatan lain selain mendampingi anak, orang tua akhirnya terpaksa memindahkan jadwal belajar anak yang semula pagi menjadi sore atau mungkin malam. Dampaknya tentu saja disiplin belajar anak menjadi berkurang, anak menjadi tidak fokus saat belajar dan akhirnya menolak untuk belajar. Jika anak tidak dibiasakan untuk mengikuti jadwal sekolah, kebiasaan disiplin bisa mempengaruhi fungsi kognitif anak sendiri.
Lantas apa yang harus dilakukan oleh orang tua? Biasakan kembali pola hidup disiplin seperti sebelum terjadinya pandemi ini. Biasakan anak untuk bangun pagi, mandi pagi, sarapan, dan rutinitas seperti biasanya. Hal ini tentu saja akan memudahkan pekerjaan orang tua jika nanti tiba-tiba pemerintah maupun pihak sekolah memberikan pengumuman untuk kembali ke sekolah. Untuk orang tua yang masih memiliki anak yang membutuhkan pendampingan belajar, silakan usahakan sebisa mungkin untuk tetap mendampingi mereka saat belajar. Namun yang perlu diingat, untuk bisa mendampinginya, orang tua harus tetap sehat secara mental ya . Jika ada orang tua yang memiliki anak dengan usia lebih dewasa dan sudah lebih mandiri, orang tua bisa bertanya kepada anak sejauh apa progress belajarnya, tugas rumahnya, tanyakan juga kendalanya dan selesaikan bersama jika anak mengeluhkan kendalanya, terakhir jangan lupa konfirmasi kepada guru terkait apa yang dikerjakan oleh anak kita. Dengan demikian, anak juga merasa tetap diperhatikan.
Selain sistem belajar, anak-anak juga mengalami perubahan yang signifikan dalam hal sosialisasi. Perubahan yang sangat mendadak dan juga tidak dapat terprediksi ini membuat kita sebagai orang tua menjadi cemas ketika anak pergi keluar rumah ataupun saat berinteraksi dengan orang lain. Kecemasan kita ini bisa saja secara tidak langsung menular kepada anak-anak kita, mereka yang tadinya biasa saja ketika bertemu orang lain, sangat mungkin menjadi cemas atas keselamatan mereka sendiri dan keselamatan orang-orang yang mereka cintai, karena itulah bisa saja anak menolak untuk berinteraksi dengan orang lain.
Perlu kita sadari, setiap anak akan memunculkan perilaku yang berbeda sebagai bentuk reaksi terhadap perasaan yang terjadi dalam diri tentang pandemi ini. Ada yang berhasil menyesuaikan diri secara adaptif, jika kita sebagai orang tua mampu memperkecil faktor resiko dengan proteksi yang cukup (misal: mengajarkan anak-anak kita untuk mengetahui protokol keselamatan Covid-19) maupun maladaptif, ini terjadi jika kita sebagai orang tua mengabaikan faktor proteksi sehingga memperbesar kemungkinan faktor resiko. Sebagai orang tua, kita bisa mengajarkan kepada anak-anak melalui video animasi tentang protokol keselamatan yang ada di youtube (sehingga anak-anak lebih mudah menangkap dan juga memahami pesan di dalamnya) maupun melalui instruksi lisan (disampaikan dengan Bahasa yang positif dan dengan cara yang menarik).
Selain dari orang tua, lingkungan sekitar anak diharapkan juga mendukung ketahanan mental anak terhadap hal terkecil sekalipun. Orang tua bisa mengajak lingkungan sekitar anak untuk sama-sama memahami bahwa setiap orang memiliki variasi reaksi atas pandemi ini, namun kita harus tetap memperhatikan protokol keselamatan covid-19. Hal ini dibutuhkan agar lingkungan sekitar ini menjadi support system yang kuat untuk mendukung keselamatan diri maupun sekitarnya. Bagaimana caranya? Tadi sebelumnya saya sudah sempat singgung untuk menunjukkan video animasi kepada anak terkait protokol keselamatan. Ajarkan pula anak secara langsung untuk mematuhi protokol keselamatan covid-19 seperti memakai masker saat keluar rumah. Ajak anak untuk mulai kembali keluar rumah, namun tetap bijak dalam memilih lokasinya. Pilihlah tempat yang sepi supaya anak tidak kaget jika tiba-tiba bertemu dengan orang lain di tempat itu. Sebelum keluar rumah, orang tua bisa membuat perjanjian dan kesepakatan dengan anak, jangan lupa antara ayah dan ibu harus konsisten terhadap perjanjian dan kesepakatan yang telah dibuat bersama anak agar anak menyadari bahwa mematuhi protokol keselamatan itu sangatlah penting. Jika anak masih menolak untuk menggunakan masker orang tua jangan langsung marah, ataupun menakut-nakuti anak. Orangtua bisa mengasosiasikan mainan kesayangan anak untuk dipakaikan masker, sehingga anak juga merasa bahwa semua hal perlu dilindungi termasuk dirinya. Jangan lupa jelaskan alasan yang logis dan masuk akal, sesuai dengan tahapan perkembangan Bahasa mereka, agar mereka mampu memahaminya dengan baik.
Selain dari itu, orang tua bersama dengan anggota keluarga lain diharapkan juga dapat menciptakan kegiatan yang menarik supaya anak tidak bosan saat berada di rumah. Karena biar bagaimanapun, anak juga memiliki kebutuhan untuk memiliki waktu berkualitas bersama orang tua ataupun anggota keluarga lainnya. Penuhi kebutuhan ini agar anak kita mampu terhubung secara sosial dengan orang yang signifikan dalam hidupnya. Terakhir, ciptakan lingkungan fisik emosional yang aman untuk anak kita.
Jika itu semua sudah kita lakukan, langkah terakhir kita kembalikan kepada anak kita. Lihat respon mereka terhadap kondisi covid-19 dan juga kemungkinan apabila mereka kembali ke sekolah. Dukung anak untuk mengekspresikan emosinya, sehingga kita tau apa yang harus kita lakukan berikutnya. Jika anak memunculkan respon yang tidak sesuai dengan harapan kita, dukung terlebih dahulu keunikan atas jawaban mereka, lalu ajarkan anak untuk lebih tangguh dalam menghadapi situasi new normal ini. Bagaimana caranya? Pertama, ajak anak menemukan tujuan hidupnya (dalam hal ini berarti tujuan sekolah). Kedua, dorong anak untuk melakukan “interview” sederhana dari figur keluarga (bisa ayah, kakek, om, atau yang lainnya). Ketiga, ceritakan pengalaman atau cerita tentang ketangguhan orang yang terkenal/familiar dalam hidupnya (bisa diambil dari contoh film kartun). Keempat, ajak anak eksplorasi kembali terkait dengan kebutuhannya. Kelima, ketangguhan bisa juga diajarkan melalui buku cerita, atau dongeng yang disajikan oleh orang tua saat free time anaknya maupun sesaat sebelum anak tidur. Keenam, jangan lupa untuk menanyakan kepada anak, apa yang menjadi kendalanya. Ketujuh, ajak anak untuk mengikuti aturan yang tersulit, dengan cara tersebut diharapkan dapat melatih anak untuk lebih tangguh dan mudah beradaptasi dengan situasi yang berbeda dari sebelumnya. Kedelapan, ajak anak secara langsung untuk menghadapi situasi yang sebenarnya, sehingga secara tidak langsung anak sudah belajar latihan ketangguhan tersebut. Kesembilan, jangan lupa berikan apresiasi kepada anak atas progress sekecil apapun.
Penutup dari saya, orang tua dapat mempertimbangkan segala bentuk faktor proteksi dan juga faktor resiko jika lanjut untuk mengembalikan anak ke sekolah ataupun menunda anak untuk kembali ke sekolah. Karena biar bagaimanapun, orang tua harus bisa berfungsi sebagai jangkar bagi anaknya agar bisa menjadi penyeimbang, jika ada suatu hal yang tidak diinginkan kemudian hari. (AR)